Dulu,
siapalah kita. Jangankan sholat lima waktu, panggilan adzan aja mungkin tak
pernah kita hiraukan. Memikirkan akhirat ? ah, apalagi soal yang satu itu. Memikirkan
dunia dan segala urusannya saja udah ribet. Lagipula kan masih muda, umur masih
panjang, taatnya entar entaran aja. Nanti kalau udah tuaan dikit.
Dulu,
siapalah kita. Jangankan kepikiran memikirkan kemashlatan umat, untuk
memikirkan diri sendiri saja sudah menyita banyak waktu dan menguras kinerja
otak. Urusan sendiri saja menumpuk, ngapain harus mikirin orang lain ? mending
fokus sendiri saja ngurus kehidupan pribadi. Toh kesuksesan kedepanpun
tergantung usaha kita hari ini. Lagipula, untuk apa mikirin orang lain ? gak
penting juga. Mending urus diri masing masing saja. Lebih jelas .
Dulu,
siapalah kita. Kepikirian untuk taat mah ada, tapi realisasi nya yang tak ada. Yang
penting gak nakal, berbakti sama orang tua, jadi anak baik. Ya . mungkin gitu. Urusan
taat mah ntaran aja, yang penting baik. Udh itu.
Saya
rasa, sebagian besar begitulah potret kita sebelum kita mengenal islam secara
rinci. Bahkan lebih jauh dari itu, tepatnya begitulah kita sebelum kita
mengenal mereka, sosok sang penuntun hidayah yang telah Allah sediakan , Murobbi
kita. Figur tangguh yang telah merangkul kita sejauh ini , bahkan sampai hari
ini.
Jika kita pikirkan kembali, Siapa yang
mengira kita bisa sampai sejauh ini ? Seseingin ini menebar kebaikan ? Sebegitu
getol menambah banyak kafaah keislaman ? Seserius itu Memikirkan umat dan
akhirat ? Apa semuanya instan terjadi murni karena diri kita sendiri ? Karena
kita yang menginginkannya ?
Ya.
Kurasa memang kitalah yang menginginkan melakukan itu semua. Persoalannya bukan hanya tentang keinginan
kita saja. Tapi tentang nutrisi yang hadir untuk “menghadirkan keinginan” kita
itu. Asupan nutrisi ruhani yang terus disuplai oleh guru guru kita, murobbi
murobbi kita .
Jika
kita bisa sampai di titik ini sekarang , maka pahamilah ada peran keuletan
mereka untuk mengajak kita tak pernah jemu. Bahkan, disaat kita terjerumus
kemalasan, terkungkung dunia , maka merekalah yang sedia waktu dan pasang badan
untuk hapus kemalasan dan melepaskan jerat dunia. Merekalah yang sibuknya
berkali kali lipat tapi tetap saja ikhlas memikirkan dan mengisi kekosongan
ruhani kita. Bahkan disaat kita kadang mangkir hadir di ‘pertemuan pekanan’ kita dengan alasan kesibukan kesibukan kita.
Tugas kuliah lah, kerja lah , inilah, itulah . Seolah mengesampingkan kesibukan
mereka , yang bahkan jauh lebih padat dibandingkan kita. Tapi , sampai sejauh
ini, kita semua pasti sadar, bahwa mereka tak pernah marah . Tak pernah merasa
disibukkan. Tak pernah menggantikan ‘pertemuan
pekanan’ kita tanpa alasan yang tidak jelas. Bahkan , perkumpulan yang
harusnya bersama keluargapun, akhirnya habis untuk kita. Yang dirasanya sebagai
‘keluarga’ baru yang juga dicintainya.
Jika
kita bisa sampai sejauh ini sekarang, maka pahamilah ada cinta dan sayang yang
tak pernah putus . Ada perduli yang tak pernah habis. Dan ada nama kita
disetiap pinta yang mereka ucapkan terus. Bahkan , mungkin intensitasnya jauh
lebih banyak dibandingkan perduli yang kita sediakan , cinta dan sayang yang
kita beri , dan mendoakannya di setiap doa. Tapi, begitulah mereka, murobbi
murobbi kita.
Jika
hari ini kita bisa sampai disini, ketitik ini, maka ada mereka yang merangkul
kita melewati proses proses metamorfosa diri. Yang akan mengulurkan tangan
disaat kita hampir kembali jatuh dalam keburukan, berlari mengejar disaat kita
mencoba menjauhi-Nya , dan menguatkan tanpa banyak menuntut. Iya. Tak banyak
menuntut kita walaupun kita banyak tuntutan kepada mereka. Tak puas dengan
materi inilah, itulah, pengen yang lebih dalam lagi belajarnyalah, dan masih
banyak lagi . Padahal, siapa kita dan apa hak kita menuntut mereka ? Bukannya
sampainya kita disini karena ada mereka yang tak menuntut kita untuk cepat
menerima perintah Allah ? Bukankah kita bisa dititik ini, karena mereka,
murobbi murobbi kita memberikan kita pengawalan ekstra hingga kita bisa melalui
proses proses ini ? Pahamilah, jika mereka menuntut kita untuk cepat paham,
mungkin kita tak disini sekarang, karena kita tak siap menerima kebenaran yang
langsung tanpa proses.
Jika hari
ini kita baik, semangat untuk mengumpulkan amal, maka itu tak murni karena kita
sendiri. Ini juga karena tangan tangan mereka , murobbi murobbi kita yang sabar
merangkul walau kita kadang tak mau dirangkul . Yang tak malu menjemput disaat
kita tak ingin datang di pertemuan . Siapa kita jika tak bertemu mereka ?
Jika hari
ini kita baik, dapat menikmati rangkaian ketaatan kita sebagai hamba-Nya dengan
hikmat. Maka , ini juga karena peran mereka yang membawa hidayah dari-Nya mudah
kita terima. Ini juga karena kesabaran mereka yang tak meninggalkan kita saat
kita tak bisa langsung menerima hidayah . Lantas siapa kita jika hari ini
merasa tak puas dan ingin meninggalkan mereka ?
Jika hari
ini semangat belajarmu begitu menggebu. Keinginanmu untuk berdakwah begiu
membara. Maka, sadarilah bahwa itu bukan karena diri kita sendiri. Ini juga
karena mereka kawan . Yang rela mengkhusukan waktu waktu sibuk mereka , untuk
meniupkan angin kencang pelecut api semangat. Yang menyiram minyak untuk
membesarkan kobaran api. Lantas, siapa kita jika merasa tidak puas ? Belum
cukupkah semua yang mereka beri ?
Jika ada hal yang harus kita hadirkan
untuk mereka, maka hal itu bukanlah tuntutan ketidakpuasan. Melainkan tentang ‘rasa
syukur’ atas scenario-Nya yang telah mempertemukan kita dengan mereka. Bukan
tentang keinginan mendapatkan ilmu ilmu baru yang lebih rinci (walaupun ini
juga penting dan kita pun menginginkannya), tapi tentang cinta dan kesabaran.
Cinta atas kasih sayang yang terus mereka beri, dan kesabaran untuk menerima
mereka seperti tulusnya penerimaan mereka kepada kita.
Berterimakasihlah
atas kesabaran yang tak pernah habis dari mereka untuk kita yang banyak
mengesalkannya. Atas senyuman yang hadir walau sakit terus kita beri. Atas
waktu yang mereka khidmatkan. Atas kasih sayang yang mereka berikan. Dan untuk
nama nama kita yang selalu ada disetiap doa yang mereka panjatkan.
Berterimakasihlah.
Jika hari ini kita bisa sampai sejauh ini. Sekali lagi ini bukan murni karena
kita sendiri. Tapi ini juga ada peran mereka, murobbi murobbi tangguh kita.
“Jika seseorang meninggal
dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara yaitu: sedekah jariyah,
ilmu yang dimanfaatkan, atau do’a anak yang sholeh” (HR. Muslim)
Semoga
segala kebaikan yang hari ini kita buat, segala upaya yang hari ini kita
lakukan, menjadi ladang pahala bagi kita dan mengalir deras di tangan kanan
murobbi murobbi kita . Semoga pertemuan kita semua, Allah kekalkan. Sampai nanti
kita pulang kekampung halaman kita. Di Surga-Nya .
‘Apabila
penghuni surga telah masuk kedalam surga, lalu mereka tidak menemukan sahabat
sahabat mereka yang selalu bersama mereka dahulu didunia. Mereka bertanya
tentang sahabat sahabat mereka kepada Allah swt. “ Ya Rabb, kami tidak melihat
saudara saudara kami yang sewaktu didunia shalat bersama kami, puasa bersama
kami,” Maka Allah berfirman, “Pergilah ke nereka , lalu keluarkanlah sahabat
sahabat yang dihatiny ada imam walaupun hanya sebesar zarrah.” (Al Hadist)
Semoga
kecintaan kita, menjadikan kita saling mengingat satu sama lain disaat nanti
orang sibuk dengan urusan mereka sendiri di akhirat. Thank you, my murobbi ~
0 komentar:
Posting Komentar